Respons Keras ESI Jabar – Kabar mengejutkan datang dari salah satu daerah di Indonesia, ketika muncul laporan bahwa sejumlah pemain game online di duga “di kirim ke barak” oleh pihak aparat atau otoritas setempat. Tanpa penjelasan yang transparan, tindakan ini sontak memicu polemik di kalangan masyarakat, khususnya komunitas esports. Langkah ini di anggap sebagai bentuk represi terhadap perkembangan ekosistem digital dan dunia gim yang semakin progresif.
Menanggapi hal tersebut, Esports Indonesia (ESI) Jawa Barat buka suara. Dalam pernyataannya, mereka mengecam keras tindakan yang di anggap tidak adil dan tidak berdasar. Ketua ESI Jabar secara lantang menyebut bahwa tindakan seperti ini bukan hanya mencoreng citra dunia gim, tapi juga menunjukkan ketidaktahuan pihak berwenang terhadap potensi luar biasa yang di miliki para gamer muda Indonesia.
Bukan Kriminal, Mereka Atlet Digital
Salah satu poin paling tegas dari respons ESI Jabar adalah penekanan bahwa pemain gim online bukanlah kriminal yang harus “diamankan” atau “di bina” secara paksa. Mereka adalah bagian dari generasi digital yang sedang membangun karier di ranah baru—ranah yang di akui dunia, yaitu esports. ESI Jabar menilai bahwa pengiriman ke barak seolah menyamakan para gamer dengan pembuat onar slot777. Sebuah tindakan yang bukan hanya keliru, tapi juga berbahaya bagi masa depan talenta digital bangsa.
Bayangkan, di saat negara-negara maju menjadikan gamer sebagai bagian dari industri kreatif unggulan, Indonesia justru masih sibuk menyeret mereka ke dalam stigma kuno yang menganggap bermain gim sebagai kegiatan tidak berguna. Padahal, banyak atlet esports nasional yang telah mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional, bahkan menjadi inspirasi anak-anak muda.
ESI Jabar Desak Evaluasi dan Edukasi
ESI Jabar tidak tinggal diam. Mereka mendesak pemerintah daerah dan aparat yang terlibat untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan dan pendekatan terhadap komunitas gamer. Mereka juga menekankan pentingnya edukasi terhadap aparat agar memahami lebih dalam tentang dunia esports, dan tidak lagi menggunakan pendekatan otoriter yang hanya mempermalukan institusi.
Menurut ESI Jabar, jika memang ada masalah sosial terkait kecanduan atau waktu bermain yang berlebihan, pendekatannya harus bersifat edukatif dan kolaboratif—melibatkan psikolog, sekolah, orang tua, serta komunitas esports itu sendiri. Bukan dengan cara-cara usang yang justru bisa memicu antipati publik.
Kebebasan Digital Terancam?
Apa yang terjadi ini seolah menjadi alarm keras bahwa kebebasan digital di Indonesia masih dalam ancaman. Ketika ruang bermain, belajar, dan berkompetisi para gamer di batasi secara sepihak, yang di korbankan bukan hanya hak individu, tapi juga potensi ekonomi kreatif digital yang nilainya mencapai triliunan rupiah.
ESI Jabar memperingatkan bahwa tindakan semacam ini bisa berdampak besar terhadap kepercayaan publik terhadap kebijakan pemerintah di sektor teknologi dan kreatif. Mereka menyerukan seluruh komunitas esports dan pegiat digital untuk bersatu melawan pendekatan represif yang tidak relevan di era modern ini.